Lanjut ke konten

Kerak Telor yang Mulai Ditinggalkan

by pada 28 November 2012

Oleh Catharina Ardita

Siapa tak mengenal kerak telor? Adalah makanan asli Betawi yang sudah ada sejak tempo doeloe, kini mulai langka dijumpai. Keberadaannya tergilas pesatnya serbuan makanan ala Barat di kalangan masyarakat Indonesia, menjadikan kerak telor semakin terpojok.

(rafahot.blogspot.com)

(rafahot.blogspot.com)

Mungkin Anda salah satu penggemar, atau mungkin Anda sama sekali belum pernah mencobanya?

Makanan yang namanya diambil dari rupa sedikit gosong ini, konon sudah ada ketika Jakarta masih bernama Batavia. Waktu itu di Batavia banyak ditumbuhi pohon kelapa yang dimanfaatkan penduduk, tak kecuali untuk membuat kerak telor.

Pada masa kolonial Belanda, kerak telor sempat menjadi makanan elit khas Betawi yang terkenal kelezatannya. Makanan ini dihidangkan saat pesta dan hajatan para pembesar masa itu.

Kerak telor memang identik dengan Jakarta, atau sudah menjadi salah satu identitas Ibukota. Tapi tanda pengenal ini, seakan meluntur seiring zaman yang serba instan. Kesuksesan penjual kerak telor kini mungkin tak secerah beberapa tahun silam, saat masa kepopulerannya.

Namun dengan bergulirnya waktu, kehadiran kuliner Barat menggeser pesona kerak telor. Mungkin jika berdagang kerak telor sekarang, tak lagi menjanjikan keuntungan besar. Masa kejayaan kerak telor sudah berakhir dan tergeser berbagai kuliner.

Sungguh miris melihat makanan yang dahulu tenar, kini mulai kalah pamor dengan makanan ala Barat. Terlebih resto-resto cepat saji sudah menjamur dan kurangnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional.

*******

Kerak telor mungkin hanya bisa ditemui di beberapa tempat saja. Salah satu tempat untuk menikmati jajanan kerak telor yaitu di kawasan Setu Babakan, Jagakarsa. Tak sulit menemukan kerak telor di sini –banyak lapak yang menjajakan– meski bersaing dengan jajanan lain.

Di kampung ini mayoritas penduduknya adalah asli Betawi dan termasuk dalam komunitas lingkungan yang dilestarikan kebudayaannya oleh Pemerintah Jakarta.  Biasanya tempat ini ramai saat akhir pekan atau hari libur.

Karenanya, perlahan pesona kerak telor kembali terangkat. Keberadaannya tak sesulit beberapa waktu lalu. Peran beberapa tokoh mengangkat kembali makanan khas Betawi ini, sehingga kerak telor dapat hadir di berbagai event di Jakarta. Walaupun jumlah penjualnya masih terbatas, tapi setidaknya mampu mengobati rindu akan panganan ini.

Di Pekan Raya Jakarta salah satunya. Hal ini merupakan salah satu cara melestarikan keberadaan kerak telor dan makanan khas Jakarta lainnya. Selain di PRJ, saya juga pernah menemukan penjual kerak telor di event Jakarta Clothing.

Bahkan sekarang, kerak telor juga mudah dijumpai di pusat perbelanjaan. Kerak telor ternyata sanggup bersaing dengan makanan cepat saji lainnya. Gerainya berjejer dengan makanan lain. Sayangnya, mereka tidak setiap hari membuka gerainya.

Yang menggelitik, sebagian besar penjual kerak telor adalah mereka yang berusia lanjut. Dimana kah generasi penerus kerak telor? Hanya segelintir orang muda yang terlihat meneruskan usaha ini. Mungkinkah dikarenakan kurangnya kemauan atau lebih memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan?

*******

Inovasi dan inisiatif untuk tampil modern pun terus digalakkan para pecinta kerak telor. Variasi rasanya kini beraneka ragam, kendati tidak jauh berbeda dengan aslinya. “Saya menambahkan keju, kornet dan sosis, biar banyak variasi rasanya. Jadi walaupun makanan tradisional, tetapi ngga boleh kalah saing sama makanan lainnya,” ujar Entin (38).

Ya, dialah salah satu penjual kerak telor modern yang menjajakannya di Setu Babakan. Tetapi ia juga menjual kerak telor tanpa campuran bahan lain, supaya pembeli masih bisa menikmati dengan rasa aslinya.

Jika dulu kerak telor adalah makanan elit para pembesar, kini dikenal sebagai kudapan ringan yang cocok untuk teman bersantai. Harga makanan ringan ala Betawi ini, juga pas dikantong.

Entah sampai kapan, keberadaan kuliner peninggalan sejarah Betawi ini akan bertahan. Karena kecenderungannya, masyarakat lebih memilih makanan Barat yang tidak sehat dibanding kerak telor berbahan alami.

Agak aneh ketika kita tinggal di Jakarta, tapi belum pernah mencicipi makanan khasnya. Melestarikan kuliner lokal dan warisan leluhur sendiri pastinya lebih membanggakan, ketimbang demi gengsi menyerbu kuliner “modern” yang belum tentu menyehatkan.

Akankah identitas Jakarta hilang tergerus zaman? Siapa lagi yang mau melestarikannya, kalau bukan kita? Selamat menikmati kerak telor.

2 Komentar
  1. azhmyfm permalink

    Catharina, pilihan temamu ringan tapi sangat menarik. Benar, banyak ikon budaya Betawi tempo doeloe, kini semakin terpinggirkan. Termasuk salah satunya kerak telor. Padahal sempat menjadi makanan para pembesar di zaman Kolonial dulu. Soal rasa pun tak kalah menggoyang lidah. Bahkan bisa divariasikan dengan campuran keju, kornet dan sosis, yang seharusnya mampu bersaing dengan pizza dan berbagai kuliner modern..

    Cuma untuk teknis penulisan, masih terdapat beberapa kata mubazir dan pengulangan kalimat dengan maksud yang sama pada alinea-aline berikut. Efeknya, selain dapat menjemukan, juga membuat logikanya kurang sitematis. Berloncatan, bagai percikan telor di wajan penjual. Ini bisa diatasi, kok, dengan membaca ulang setelah tulisan tersusun, tetapi bukan sebagai penulis.,

    Kamu pasti bisa, hanya perlu latihan dan latihan.. Jadi, ayo kirim ke media massa ya..

  2. azhmyfm permalink

    Alhamdulillah, satu lagi, tulisan ini berhasil dimuat di Radar Online pada Senin 07 Januari 2013, pukiul 12.41 WIB (lihat disini: http://www.radar.co.id/berita/pembaca/3047/2013/Kerak-Telor-yang-Mulai-Ditinggalkan).. Ayo, siapa lagi menyusul?

    Janji nilai A untuk Ujian Akhir Semester akan saya penuhi. Catharina cukup datang untuk tandatangan berita ujian saja, tanpa harus mengikuti ujian. Ayo, siapa lagi menyusul?

    Semoga hal ini menjadi penyambung langkah kesuksesan bagi Catharina dan semua mahasiswaku, memasuki dunia jurnalistik dalam arti sebenarnya di media massa.. Aamin ya Rabb

Tinggalkan komentar